Thursday, March 11, 2010

Status Palsu Facebook

Suatu sore yang mendung, mataku digelitik status Facebook seorang teman yang sungguh tidak mungkin. Seperti tidak mengenal temanku lagi, aku pun mulai menangis *yang ini lebay*.
Di statusnya, temanku itu menulis, "Habis nganterin Mama belanja, capek juga... gpp deh yg penting mama senang". *asssseeekk* :D

Mereka, para perempuan di friends list yang tidak mengenal dunia nyata si teman ini pasti meleleh, Waaaah... Mulia sekali cowok ini. Udah ganteng, gaya macho,baek, suka menolong, rajin bekerja, berwawasan luas.... HAarrrgghh!!! Get over it, Dude!

Aku inih, sulit sekali percaya makhluk bengek satu itu mengantar mamanya belanja. Dan benar, dia bukan bersama mamanya, tapi bersama pacarnya entah yang ke berapa.
Bukan bermaksud mendeskreditkan, teman bengekku yang habit-nya kurang bisa diteladani itu, cuma ingin mengingatkan saja, all of you, Facebookers... status hanyalah manipulasi. Kalau Anda termasuk yang suka curhat dengan status, bukan berarti orang lain sama dengan Anda.

Ber-curious-lah dengan status Facebook orang yang tidak pernah Anda kenal di dunia nyata (offline). Apalagi dengan kata-kata manis yang keluar di FB-chat. Untuk membantu curiousity Anda, perhatikan beberapa hal berikut ini.

1. Lihat comment dari teman-temannya. Sebaiknya Anda bisa membedakan teman-teman yang beneran deket dan teman yang sama seperti Anda, cuma tahu di online. Biasanya teman-teman online akan memberikan komentar standar basa-basi saja. Kalau teman-teman offline akan berkomentar dengan bahasa lebih lugas dan kadang kita tidak tahu.

2. Lihat friendslist-nya. Di status tertulis "Lagi di masjid menghafalkan kitab suci" tapi foto-foto friends-nya cowok-cowok bertato, dan cewek-cewek senyum binal berdada terbuka. Haiya! Kalau aku sih lebih mikirnya, ngapain di masjid update status FB, emang tuhan ikut Facebook-an? Dan siapa juga yang mau pamerin ibadah hare gene? Yakinlah itu cuma bercanda Sodara-sodara.

3. Lihat foto-fotonya. Ini lebih jelas. Tapi bagian foto ini bisa saja tidak ditampilkan. Dibuat terbuka untuk orang-orang tertentu saja. Nah, yang begini ini wajib curious.

4. Lihat pernak-perniknya seperti game apa yag dimainkan, juga blog jika ada. Cek semuanya, jika Anda mulai tergoda Facebooker tengil, informasi ini bisa membantu. Tidak mungkin seorang pekerja kantoran nge-game di jam-jam kantor sampai berlevel-level. Kecuali prusahaan milik sendiri. Sekali lagi curious guys!

5. Wajib curious dengan kolom basic information. Status relationship, single padahal udah ada foto di antara lima anak-anak yang mukanya mirip. Atau in relasionship tapi masih menggoda, nah ini lebih aneh. Hahaha...

Selanjutnya, jika Anda memutuskan kopdar. Ajaklah banyak teman. Jangan sendirian! Baik cowok maupun cewek, kalau Anda pingsan karena yang Anda temui ternyata jauh dari semua foto-foto di Facebook, setidaknya ada teman yang membangunkan Anda.

Salam.



Wednesday, September 2, 2009

Satu Musim

Sudah tidak ada lagi canda yang menghapus liurku setiap pagi
Di musim yang lalu, bergelak tawa menghapus kesal, marah, apalagi resah
Aku cuma tahu rasanya bahagia, saat itu
Lalu musim berganti
Awan hitam menggiring gemuruh petir
Kemarau telah menguapkan tawaku setiap pagi
Hujan mengiringi pelan bening air mataku yang asin
Aku pun tahu, tawaku hanya berlaku di satu musim saja

Terlambat

Aku berpaling. Menemuinya dalam selintas pertemuan dua kornea.
Berbatas kaca kornea itu bicara.
Dalam senyap yang tertelan saja.
Aku menunduk. Bersekutu dengan gemuruh aliran darahku.
“Bukan begini caranya!”
“Mana cinta yang kumau?”

Aku menunduk, tanpa jelang.
Meremas seluruh ucapnya. Kuraba segala candanya.
Kurunutkan sumpah serapah. Menjajaki setiap angkuhnya.
Mengabaikan segenap prilakunya.
Cacinya…,
Aaargh!! Aku bodoh.
Terlalu lama aku bermain dalam kebekuan yang panjang.
“Bahasa cinta tidak selalu indah, kan?”
Aku tahu, dia mencintaiku lebih dari sekadar belaian sebelum tidur.

Lalu aku kembali berpaling menyapa.
Kornea itu telah menutup tanpa batas kaca.
Tidak lagi bisa aku mengetuknya.
Kenapa di saat bersamaan aku mengerti bahasa cintanya.

Im sorry Dad
;)

Menunggu Pagi

Aku menunggumu hingga pagi. Bernyanyi dalam degup jantung menabuh. Tidak ada katamu malam ini. Ngungunku tidak lagi menjadi keinginan. Kosong dan aku terlibat dalam perseteruan khayal yang belum usai.
Menutup mata hanya menambah jumlah bintang-bintang dalam fragmen-fragmen yang bermain di kegelapan otakku.
Jangan. Hari ini aku tidak sanggup menuliskan bagian terakhir ceritaku bersamamu.
Tuesday, August 26, 2008

Panduan Membunuh Diri

Ziing.. ziiing... rambutku dikeringkan oleh seorang capster. Di depanku duduk seorang perempuan si pemilik salon sedang bercerita tentang mamanya yang membiarkan ia membentuk rambutnya sesuka hati dari kecil. Ia bercerita juga tentang adat pesta yang digemari keluarganya. Mengulik sedikit tentang mama papanya yang tinggal berbeda negara. Mama di Indonesia dan papanya di Portland. Ia terus bercerita sambil mengisap dan mengembuskan asap rokok di selipan dua jarinya.
“Udah cukup... jangan terlalu kering!” perintah si embak ke capster-nya.
Si stylist berdiri dan mengambil alih posisinya. Sekarang ia di belakangku, kami berdua pun lalu menghadap ke cermin. Ia masih dengan ceritanya.
Setelah itu,

“Liat ini!” Perempuan itu menuding nadi di pergelangan tangan kirinya.
Aku yang semula cuma melirik apa yang ia tunjukkan, begitu melihat ada yang beda, langsung menekatkan pandangan. Pembuluh nadinya sedikit menonjol dan berbelok.

“Ini udah tujuh kali gw potong, dan gw ga mati!” Si Stylist kembali mengisap dalam-dalam sebatang sigaret di selipan jarinya. *Set dah!*
“Gw uda nyoba macem-macem cara, yang gw masukin mulut.... Gw minum Baygon campur Superpell, hehe soalnya gw kan ga suka bau Baygon ya Bo… Itu juga ga mati.” Ia tertawa kecil. Aku pun tersenyum, kagum. Hebat juga mau bunuh diri masi mikir bau, suka ga suka.
“Gw minum obat panas gw abisin yang dikasi dokter tu, juga ga mati. Trus gw kan dulu ngdrugs ampe badan gw tuh beratnya Cuma empatpuluh kilo... *tulang? yup* Itu obat xxx gw minum sepuluh butir ada kali ya... Gw ga mati juga. Masuk ICU doang berkali-kali gw... tapi ga mati-mati. Selalu aja ada yang nyelametin gw...” Ia melanjutkan masih dengan senyum dan menggeleng-geleng.
*What the hell is this??!*
Aku terpaku menatap si stylist yang bercerita sambil memainkan rambutku. Satu tangan memegang sisir dan tetap menjepit sebatang LuckyStrike Menthol.

“Makanya, saran gw, elo Nish, kalo mau bunuh diri, mending langsung aja loncat dari atas gedung yang tinggi sekalian.” Perempuan itu berkata dengan tertawa-tawa. Aku cuma tersenyum bingung. Lalu aku mengamati mukaku di cermin. Emang aku ada tampang mau bunuh diri yah? *Belom kawin nih Mbak**

“Loh, kenapa Mbak ga loncat aja?” tanyaku.
“Gw takut ketinggian... Jadi belom nyampe atas udah takut duluan, batal de....” Si stylist terkekeh. Aku mengernyit dahi.
Emang masih ada yah rasa takut saat orang uda mau bunuh diri?

“Emang kenapa sih Mbak, pengen bunuh diri mulu?” Ragu-ragu aku menanyakan ini. Kuatir si embak nggak nyaman juga, tapi aku pengen tau.
“Sekarang lo liat gw... cantik kan gw?” Aku mengangguk.
Narsis juga ni Mbak...

“Gw tuh ngga minta dilahirkan cantik begini! Kalo gw bisa operasi plastik ganti muka, gw ganti de ni muka….Bener!” Si Stylist berapi-api. Lalu mengisap cigaretnya. Aku yang diam ini lalu diongengi tentang sexual abusive yang dialaminya sejak taman kanak-kanak, umur lima tahun, dengan muka datar. Digrepe, dicium dengan nafsu sama keluarga sendiri dan sebagainya, yang membuatku bergidik.

“Cowok mana yang nggak suka, bibir gw merah begini.” Si Stylist menunjuk bibirnya sembari menyalakan satu batang lagi sigaret baru. Lalu tersenyum, manis banget.

Hampir tanpa cacat. Muka tirus, kulit putih, idung lancip, mata cokelat dan senyum membentuk lesung pipit. Giginya putih rapi, bibir sedikit tebal berwarna merah jambu, padahal dia merokok sejak kelas tiga sekolah dasar. Rambut pendek bergaya cowok berwarna cokelat terang dengan hilight kuning. Kacamata membingkai mukanya membuat ia terlihat smart.

“But it was ya, Bo... Sekarang, gw punya suami yang sayang sama gw. Anak gw yang pertama udah kelas lima SD. Maklum ya, yang itu pernikahan dini…” Si Stylist tertawa-tawa. Dari suami pertamanya yang nggak bisa membuatnya bertahan.
“Yang kedua ini Kiara baru satu tahun…” Si Stylist lalu memanggil anaknya.

“Well, Gw bersyukur banget bisa seperti sekarang, kembali dekat dengan tuhan, thanx god, ternyata gw masih diberi kesempatan buat nemuin kebahagiaan, punya suami, punya anak-anak.…” Si Stylist mulai mengecat rambutku. Segenggam segenggam.

Aku pun bersyukur bisa ketemu seorang pemilik salon yang berjuang mati-matian *dalam arti mati-idup:D* menjalani hidup yang nggak mudah bagi siapapun. Setidaknya membuatku tau, ada yang baik dari yang buruk.